Siang itu, jam di dinding
sudah menunjukkan pukul 09.00 Wib, bel pertanda jam pelajaran pertama usai pun
telah berbunyi. Sementara itu cuaca di luar sudah mulai memanas. Cahaya
matahari tak lagi malu-malu dan bersembunyi di balik awan seperti halnya pagi
tadi. Tapi para siswa masih bisa berlega hati, karena sekolah mereka
dikelilingi oleh pepohonan yang rindang. Sehigga ruangan lokal mereka tetap
terasa sejuk. Sesekali tampak sinar matahari berusaha menembus rindang dedauan
hijau itu. Tampak pula bayang-bayang dedaunan yang menari-nari ditiup angin.
Sementara itu, di dalam
kelas 2 A, murid-murid baru saja selesai mengerjakan ulangan harian dadakan
yang diberikan Pak Budi. Udara di ruangan itu masih sejuk sebenarnya. Tapi,
bagi Hani dan Andi terasa seperti berada dalam ruang pembakaran saja. Cat
dinding yang berwarna hijau daun muda itu tak mampu meneduhkan hati mereka.
Andi masih tak habis fikir tentang kesalahannya yang berakibat ia dipanggil Pak
Budi ke ruang BK. Sementara itu Hani tak bisa membayangkan bagaimana marahnya
Pak Budi nanti kepada Andi karena sepucuk surat cinta yang ia selipkan di
catatannya tadi.
“Andi...!” Pak Budi memanggil Andi, seakan
mengingatkan perkataannya di awal jam pelajaran tadi.
“Ya Pak! Saya akan
segera ke sana Pak.”
Jawab Andi
“Andi, maaf ya! Karena
Aku, kamu dipanggil Pak Budi ke ruang BK.” Sela Hani
“Tapi kenapa emangnya
Hani?” Andi makin
penasaran
“Iya, soalnya tadi...”
“Kenapa tadi Hani?”
Belum sempat Hani
menjawab pertanyaan Andi, terlihat Pak Budi sudah kembali menoleh ke arah
mereka. Dan bergegas Andi menuju ke ruang BK bersama Pak Budi. Begitu sampai di
ruangan yang juga dicat berwarna hijau daun muda dan tampak asri itu Andi hanya
tertegun. Baru kali ini ia merasakan suasana ruangan BK. Di sana ada sebuah
lemari kaca seperti sebuah etalase tempat menyimpan berkas-berkas siswa yang
berkasus selama ini. Di dindingnya tergantung dua buah photo yang diletakkan
dengan sejajar, yaitu Photo Presiden dan Wakilnya. Sementara itu, jendelanya
nampak ditutupi dengan tirai putih dengan motif bunga mawar yang tertata rapi.
Di tengah ruangan, ada sebuah meja kayu berwarna coklat terang yang di atasnya
ditutup dengan kaca tebal yang bergambar ikan emas yang sedang berenang di
sebuah telaga yang jernih. Di atasnya, tampak sebuah bungan mawar plastik yang
berwarna merah terang. Di dekat meja, satu buah kursi kayu Jati dengan warna
yang seirama dengan warna mejanya. Selain itu, ada juga satu buah kursi panjang
untuk tempat duduk siswa yang berurusan dengan guru BK.
“Assalamu’alaikum
Pak.” Sapa Andi
begitu memasuki ruangan BK.
“Wa’alaikumussalam.
Silahkan masuk Andi !”
“Maaf Pak, ada apa ya
Bapak memanggil saya ke sini?”
“Begini, Kamu tahu
kan, ini surat apa?”
“Ya tahulah Pak !”
“Lalu, kamu tahu siapa
yang mengirimnya kepadamu?”
“Maaf Pak !, Saya
benar-benar tidak tahu soal surat itu Pak.”
“Terus, kenapa bisa
ada dalam catatanmu, Andi?”
“Saya juga tidak tahu
Pak, Saya juga kehilangan buku catatan itu sejak kemarin Pak. Nah, tiba-tiba
tadi pas saya akan mengumpulkan catatan, buku itu sudah ada dalam laci meja
saya Pak, makanya saya kumpulkan saja.”
“Ohh begitu! Sekarang
bagaimana kalau surat ini kita buka saja? Supaya jelas apa isinya dan siapa
yang menulisnya” Pak
Andi memintanya dengan hati-hati agar Andi bisa berbicara dengan terbuka tanpa
ada yang ditutupi.
“Bb.. Baiklah Pak !” Jawab Andi sedikit gugup bercampur
penasaran.
Pak Andi pun membuka dan
membaca surat itu dalam hati di hadapan Andi. Andi dengan sendirinya juga
membaca surat itu, karena sengaja surat itu diletakkan Pak Budi di atas meja.
“Andi... Andi...
ternyata kamu punya pengagum rahasia nih!” Sahut Pak Budi
“Hmmm... lalu, Apa
Hubungannya dengan Husni ya?” Tanya Pak Budi
“Maaf Pak, Saya juga
belum paham Pak. Bagaimana kalau Husni juga dipanggil ke sini Pak, mana tahu
Dia punya informasi lain.” Jawab Andi seperti seorang negosiator ulung saja.
“Tapi, rasanya ini
tulisan Hani deh Pak !”
“Lho...! dari mana
kamu tahu?”
“Biasanya juga Hani
dan Husni yang membantu mencatatkan materi pelajaran di catatan saya Pak,
makanya saya yakin, ini adalah tulisan Hani, Pak.”
“Wah...! ketahuan kamu
sekarang!”
“Jadi, Selama ini
mereka yang mencatat untukmu. Pantaslah tulisannya bagus dan rapi, tidak
seperti biasanya.”
“Iya sih Pak...!
Habis, sejak Saya dan Hari duduk di belakang mereka, kami sering mintak tolong
mereka mencatat pak. Kan kami sering sibuk mengamankan kelas, Pak.” Andi mencoba membela dirinya.
“OK. OK...! Baiklah,
Bapak paham. Sekarang kamu panggil mereka berdua ke sini ya!
Andi pun bergegas menuju
kelas untuk memanggil Hani dan Husni, sang suspect pengagum rahasia.
Dengan tergopoh-gopoh, segera Andi menghampiri Hani dan Husni yang sedang duduk
bercengkerama di dalam kelas bersama Hari dan tema-teman lainnya.
“Hmmm... Hani dan
Husni ! Kamu berdua juga dipanggil Pak Budi ke ruang BK.” Sahut Andi.
“Ihh... jangan
bercanda kamu Andi !”
Jawab Hani seakan tak percaya
“Iya...! Kamu pikir
kami senang mendengarnya?” Jawab Husni dengan ketus.
“Ya Sudah! kalau
kalian berdua tidak percaya, tunggulah Pak Budi yang menjemput kalian ke sini!
Baru deh kalian gak bisa berkelit lagi.” Jawab Andi
seakan tidak mau berlama-lama dengan Husni dan Hani.
“Tapi salah kami apa
coba?!”
“Masa iya, tanpa ada
angin, tanpa hujan trus gledek nyambar gitu aja!”
Husni makin penasaran dan
ketus. Sambil terus menggerutu, Husni pun mengikuti Andi menuju ruang BK.
Sementara itu Hani semakin bingung dan merasa bersalah. Karena surat kalengnya,
Andi dan Husni harus berurusan dengan Pak Budi di Ruangan BK. Ruangan yang oleh
siswa dianggap sebagai ruangan keramat, bahkan ada yang menyebutnya seperti
ruangan sidang pengadilan saja.
di sepanjang perjalanan
menuju ruangan BK, Andi dan Husni tampak makin tak sabar. rasa penasarannya
semakin lama semakin membumbung tinggi. Walaupun di belakang mereka Hani justru
berjalan gontai bagaikan seorang terpidana mati yang akan dieksekusi. Dia tak
bisa membayangkan betapa malunya Dia nanti, dihadapan Pak Budi sang Guru BK
sekaligus Wali kelasnya. Ada Andi yang dikaguminya selama ini walaupun secara
diam-diam saja. Ada Husni yang tak lain adalah sahabat dekatnya yang tanpa
disadarinya, telah membuat Andi jatuh cinta kepadanya. Bagaimana nanti nasib
persahabatan mereka?
“Ohh... Tuhan...” Gumamnya.
“Silahkan Masuk !”. Sambut Pak Budi begitu mereka sampai
di depan pintu ruangan BK.
Setelah Andi, Husni dan
Hani duduk di kursi persakitan itu, Pak Budi menjelaskan perihal surat yang
terselip di buku catatan milik Andi. Kemudian Dia membuka sepucuk surat
berwarna pink dan bergambar bunga tersebut di hadapan mereka. Belum sempat Pak
Budi membacakan surat tersebut, buru-buru Hani mengakui perihal surat itu.
“Tunggu, Pak! Saya
berharap Bapak tidak membacakan surat itu, karena jujur saja Sayalah yang
menulis surat tak bertuan itu Pak. Saya sebenarnya menaruh hati pada Andi, tapi
Andi justru menitip hatinya pada Husni, sahabat saya sendiri. Saya kecewa Pak...
tapi saya juga berharap, Husni bisa menerima cintanya Andi. Maafkan Aku Andi,
Husni. Karena Aku kalian mendapat masalah seperti ini. Aku memang salah, tapi
aku juga tidak kuat menahan rasa yang bergelora ini. Aku tak kuasa...” Tanpa diminta, Hani menumpahkan isi
hatinya. Sekarang Dia merasa lega. Walaupun belum tahu bagaimana reaksi Pak
Budi dan teman-temannya nantinya.
“Nah... itu dia !
cinta itu ibarat kentut, kalau ditahan bikin sakit perut, kalau dibuang orang
pada ribut... ha ha ha...!” Pak Budi justru menanggapinya dengan sedikit berseloroh yang
membuat seisi ruangan menjadi sedikit riuh.
“Ya.. ya.. ya... Bapak
paham. Hmmm... Sekarang bagaimana tanggapanmu Husni?” Tiba-tiba pertanyaan Pak Budi
mengarah pada Husni.
“Maaf Pak! Andi,
Hani... Kayaknya aku tidak terlibat langsung deh dengan persoalan kalian
berdua.” Sahut Husni
singkat
“Tapi gak bisa gitu
juga kali...!” Jawab
Andi
“Iya Husni...! Masa
iya Kamu gak mau aja gitu? Walau bagaimana pun Kamu juga harus bersikap adil
dong.” Sambung Hani
“Tapi Aku memang gak
ada rasa apa-apa selama ini, Aku menganggap kalian berdua itu, ya sahabatku.
Tak lebih. Jadi Kalian harus bisa ngertiin aku juga dong!” Jawab Husni
“Tapi...” belum sempat
Hani melanjutkan, sudah dipotong oleh Pak Budi.
“Ya sudah... Tak perlu
juga kalian ribut memperpanjang persoalan hati ini. Bapak punya saran nih, mau
gak!
“Mau mau mau, Pak!” Jawab Andi penuh semangat
“Begini, rasa cinta
itu sebenarnya normal. Wajar saja, karena kalian kan sudah remaja. Tapi ya
harus dikendalikan dengan baik. Harus disalurkan kepada hal-hal yang positif.
Supaya belajar kalian tidak terganggu. Misalnya nih, kalian bisa berolahraga,
membaca cerita, mengikuti kegiatan-kegiatan ekstra kurikuler dan lain-lain.
Pokoknya harus ada kegiatan yang melibatkan fisik dan emosi sekaligus. Nanti
kalau sudah waktunya, kalian sudah dewasa baru deh kalian persiapkan dan
selesaikan urusan percintaan ini. Bagaimana, Deal?”
“OK dech, Pak! Akan
kami coba.” Jawab
Andi, Husni dan Hani Serentak
“Baiklah, Silahkan
kalian kembali ke kelas. Jangan lupa pesan Bapak tadi ya!”
“Baik Pak.
Assalamu’alaikum.”
“wa’alaikumussalam.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar