GURU... Nasibmu
Guru MAN 3 Solok
(sebuah
refleksi memperingati Hari Guru Nasional)
Guru merupakan
sebuah profesi yang sangat diidam-idamkan oleh sebagian besar orang akhir-akhir
ini. Sehingga tempat-tempat pendidikan keguruan diserbu dari berbagai penjuru
oleh para calon mahasiswa yang ingin jadi guru. Secara sekilas, mungkin hal itu
disebabkan oleh semakin tingginya angka kesejahteraan para guru belakangan ini.
Salah satunya dengan adanya pemberian tunjangan profesi (sertifikasi) bagi guru
yang sudah lulus program tersebut.
Hal itu, jelas
berbanding terbalik dengan nasib guru pada beberapa dekade yang lalu. Dimana,
para guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan jasanya sangat
kurang dihargai dengan finansial yang mencukupi kebutuhannya sehari-hari.
Sehingga tak jarang dijumpai para guru yang nyambi sebagai tukang ojek, pedagang,
tukang foto, ka sawah ka ladang, dan berbagai profesi sampingan lainnya
demi mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
Hal lain yang
tidak bisa dipungkiri juga dengan nasib guru adalah sebagian besar mereka yang
belum menyandang status guru sertifikasi maupun pegawai negeri sipil. Nasibnya
tentu saja beragam. Bagi mereka yang bekerja di sebuah lembaga/sekolah yang
kuat secara keuangan, maka nasibnya sedikit lebih baik dengan mendapatkan
penghasilan yang sudah mendekati memadai. Namun, yang sangat menyayat hati
adalah mereka yang mengabdi di lembaga/sekolah yang kurang mampu secara
finansial karena berbagai faktor. Mereka diberikan honor alakadar saja sesuai
kemampuan lembaga/sekolah. Sehingga habih umpan dek aia, nan ikan ndak ndak
dapek juo.
Seperti
seseorang yang memancing di tepian danau, duduk bermenung berjam-jam karena
secuil harapan yang diberikan ikan. Terkadang teringin hati beranjak pulang,
namun sangat berat kaki melangkah kalau keranjang masih kosong. Sementara itu,
hari sudah semakin larut juga. Umpan yang dipersiapkan sudah mulai habis.
Sedangkan hasilnya bahkan belum bisa mengganti biaya yang diperlukan untuk
keperluan memancing.
Begitulah nasib sebagian guru. Jika dibandingkan dengan biaya kuliah
keguruan yang tidak sedikit, ditambah lagi kebutuhan hidup yang terus mendesak
untuk dipenuhi, sementara mereka dibayar sekedarnya saja. Bahkan biaya
transportasinya saja lebih besar dari penghasilan yang diterima. Belum lagi
beban psikologi, korban perasaan mengahadapi tingkah murid yang beragam. Bahkan
makin diajar, makin kurang ajar. Itulah sebuah ungkapan yang pernah
terlontar dari mulut seorang guru dulu.
Beberapa waktu
lalu, tepat tanggal 25 November 2019 kemarin. Para guru merasa menjadi raja dan
ratu sehari saja. Para murid berlomba-lomba berkreasi memberikan surprise bagi
guru mereka. Bahkan ada juga guru yang sempat jantungan, naik darah karena diprank
oleh siswanya dalam rangkan memberikan kejutan. Namun, akankah
pernghormatan itu hanya akan diterima guru pada hari itu saja? di hari yang
katanya ulang tahun para guru saja? bagaimana dengan selanjutnya? Adakah
semangat dan tekad baru siswa untuk selalu menghormati, menghargai dan mematuhi
gurunya sepanjang waktu? Ataukah hanya menjadi sebuah acara seremonial saja? Akankah
guru menjadi raja dan ratu sehari itu saja? Gabak di hulu tando ka hujan,
cewang di langik tando ka paneh, kami para guru akan selalu berusaha dan
menunggu sebuah perubahan ke arah positif dari setiap anak didik kami. Jangan
biarkan kami terkena PHP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar