Senin, 30 Desember 2019

Guru... Nasibmu

GURU... Nasibmu

Oleh : Zulkifli, S. Pd.I 
Guru MAN 3 Solok
(sebuah refleksi memperingati Hari Guru Nasional)

Guru merupakan sebuah profesi yang sangat diidam-idamkan oleh sebagian besar orang akhir-akhir ini. Sehingga tempat-tempat pendidikan keguruan diserbu dari berbagai penjuru oleh para calon mahasiswa yang ingin jadi guru. Secara sekilas, mungkin hal itu disebabkan oleh semakin tingginya angka kesejahteraan para guru belakangan ini. Salah satunya dengan adanya pemberian tunjangan profesi (sertifikasi) bagi guru yang sudah lulus program tersebut.

Hal itu, jelas berbanding terbalik dengan nasib guru pada beberapa dekade yang lalu. Dimana, para guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Bahkan jasanya sangat kurang dihargai dengan finansial yang mencukupi kebutuhannya sehari-hari. Sehingga tak jarang dijumpai para guru yang nyambi sebagai tukang ojek, pedagang, tukang foto, ka sawah ka ladang, dan berbagai profesi sampingan lainnya demi mencukupi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.

Hal lain yang tidak bisa dipungkiri juga dengan nasib guru adalah sebagian besar mereka yang belum menyandang status guru sertifikasi maupun pegawai negeri sipil. Nasibnya tentu saja beragam. Bagi mereka yang bekerja di sebuah lembaga/sekolah yang kuat secara keuangan, maka nasibnya sedikit lebih baik dengan mendapatkan penghasilan yang sudah mendekati memadai. Namun, yang sangat menyayat hati adalah mereka yang mengabdi di lembaga/sekolah yang kurang mampu secara finansial karena berbagai faktor. Mereka diberikan honor alakadar saja sesuai kemampuan lembaga/sekolah. Sehingga habih umpan dek aia, nan ikan ndak ndak dapek juo.

Seperti seseorang yang memancing di tepian danau, duduk bermenung berjam-jam karena secuil harapan yang diberikan ikan. Terkadang teringin hati beranjak pulang, namun sangat berat kaki melangkah kalau keranjang masih kosong. Sementara itu, hari sudah semakin larut juga. Umpan yang dipersiapkan sudah mulai habis. Sedangkan hasilnya bahkan belum bisa mengganti biaya yang diperlukan untuk keperluan memancing.


Begitulah nasib sebagian guru. Jika dibandingkan dengan biaya kuliah keguruan yang tidak sedikit, ditambah lagi kebutuhan hidup yang terus mendesak untuk dipenuhi, sementara mereka dibayar sekedarnya saja. Bahkan biaya transportasinya saja lebih besar dari penghasilan yang diterima. Belum lagi beban psikologi, korban perasaan mengahadapi tingkah murid yang beragam. Bahkan makin diajar, makin kurang ajar. Itulah sebuah ungkapan yang pernah terlontar dari mulut seorang guru dulu.

Beberapa waktu lalu, tepat tanggal 25 November 2019 kemarin. Para guru merasa menjadi raja dan ratu sehari saja. Para murid berlomba-lomba berkreasi memberikan surprise bagi guru mereka. Bahkan ada juga guru yang sempat jantungan, naik darah karena diprank oleh siswanya dalam rangkan memberikan kejutan. Namun, akankah pernghormatan itu hanya akan diterima guru pada hari itu saja? di hari yang katanya ulang tahun para guru saja? bagaimana dengan selanjutnya? Adakah semangat dan tekad baru siswa untuk selalu menghormati, menghargai dan mematuhi gurunya sepanjang waktu? Ataukah hanya menjadi sebuah acara seremonial saja? Akankah guru menjadi raja dan ratu sehari itu saja? Gabak di hulu tando ka hujan, cewang di langik tando ka paneh, kami para guru akan selalu berusaha dan menunggu sebuah perubahan ke arah positif dari setiap anak didik kami. Jangan biarkan kami terkena PHP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Musim Cerai, Sepenggal Kisah di Warung Kopi

Mak Sutan hanya diam memperhatikan Etek Biyai dari balik kaca etalase warung kopinya. “Terima kasih, Tek Biyai.” Sahut Angku Kali sam...